Selasa, 18 Desember 2012

Urbanisasi


Saat sekarang ini, lahan yang tersedia di wilayah perkotaan semakin terbatas dan harga lahannya pun semakin mahal. Semakin menyempitnya dan meningkatnya harga lahan, tidak lain dan tidak bukan disebabkan oleh kebutuhan penduduk akan lahan permukiman di wilayah perkotaan juga semakin meningkat sehingga lahan permukiman basanya meluas sampai ke wiayah suburban dan kondisi yang seperti ini biasanya menimbulkan permasalahan terhadap lingkungan. Baik lingkungan hidup, seperti kurangnya Fasilitas Ruang Terbuka Hijau, dan juga dari segi lingkungan sosial seperti meningkatnya angka kriminalitas.
 Jika ditinjau lebih dalam lagi, dominasi penduduk perkotaan didiami oleh para penduduk pendatang atau urbanisator. Urbanisator adalah para pelaku urbanisasi, dan urbanisasi itu sendiri adalah perpindahan penduduk dari desa ke kota. Penyebab utama urbanisasi adalah adanya migrasi dan mobilitas penduduk. Migrasi merupakan perpindahan penduduk dari desa ke kota dengan tujuan menetap, sedangkan mobilitas adalah perpindahan penduduk dari desa ke kota yang bersifat sementara. Mobilitas penduduk biasa dilakukan oleh para pekerja atau pelajar yang berasal dari wilayah rural urban atau peri urban yang ingin bekerja maupun mencari ilmu di wilayah perkotaan. Selain itu, mobilitas penduduk juga biasa dilakukan oleh para pedagang hasil pertanian yang ingin menyalurkan hasil pertanian dari wilayah perdesaan kepada para penduduk wilayah perkotaan.
Berdasarkan referensi-referensi yang disesuaikan dengan kondisi kenyataan dilapangan, secara umum faktor penarik dari kejadian urbanisasi adalah:
1.  Tersedianya sarana dan prasarana perkotaan yang lebih lengkap dari wilayah perdesaan, seperti adanya pendidikan sekolah dan perguruan tinggi yang lebih baik dan berkualitas di wilayah perkotaan.
2.  Kehidupan di perkotaan lebih modern. Hal tersebut dapat diliat dari lebih majunya perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi di wilayah perkotaaan.
3.  Banyaknya lapangan pekerjaan yang tersedia di wilayah perkotaan.
Jika urbanisasi terus-terus di diamkan, maka kondisi wilayah perkotaan akan mengalami kesemrawutan, pengap, berpolusi tinggi, tidak, sehat, tidak aman, dan tidak nyaman. Oleh karena itu, bertitik tolak dari faktor penarik urbanisasi di wilayah perkotaan maka hanya ada 1 hal yang menurut saya dapat dilakukan untuk menolak datangnya urbanisasi, yaitu: Menyediakakan sarana pendidikan yang berkualitas di wilayah perdesaan. Seperti yang kita ketahui bersama, bahwa setiap tahunnya dominasi urbanisasi diwilayah perkotaan dilakukan oleh para pelajar yang ingin melanjutkan pendidikannya di jenjang perguruan tinggi. Jika di wilayah perdesaan disediakan sarana pendidikan yang kualitasnya setara dengan kualitas perguruan tinggi di wilayah perkotaan, maka saya rasa jumlah urbanisasi itu akan berkurang.
Dengan tersedianya perguruan tinggi yang berkualitas, maka secara berentetan, kehidupan diperdesaan juga akan modern dan juga dapat memiliki kesempatan kerja yang banyak bagi para penduduknya karena sesungguhnya perkembangan ilmu pengetahuan dan tekonologi dan meningkatnya kesempatan kerja dapat tercipta jika orang-orang yang bermukim di wilayah tersebut sudah berilmu.

STOP KENDARAAN PRIBADI !!!


Republik Indonesia adalah sebuah negara kepulauan di Asia Tenggara yang terdiri dari ribuan pulau dan ratusan suku bangsa. Indonesia memiliki luas daratan 1.904.569 Km2 dan menurut Bank Dunia jumlah populasi Indonesia saat ini, tahun 2012 adalah 242.325.638 jiwa. Dengan jumlah penduduk yang sekian, menjadikan Indonesia sebagai Negara Keempat di dunia dengan penduduk terbanyak setelah China, India, dan Amerika Serikat. Hal ini tentunya membawa berbagai dampak bagi kehidupan masyarakat, salah satunya adalah permasalahan dalam hal mobilisasi yaitu tersedianya sarana transportasi yang memadai.
Sektor transportasi dikenal sebagai salah satu mata rantai jaringan distribusi barang dan penumpang telah berkembang sangat dinamis serta berperan didalam menunjang pembangunan politik, ekonomi, sosial budaya maupun pertahanan keamanan. Pertumbuhan sektor ini akan mencerminkan pertumbuhan ekonomi secara langsung sehingga transportasi mempunyai peranan yang penting dan strategis. Keberhasilan sektor transportasi dapat dilihat dari kemampuannya dalam menunjang serta mendorong peningkatan ekonomi nasional, regional dan lokal, stabilitas politik termasuk mewujudkan nilai-nilai sosial dan budaya yang diindikasikan melalui berbagai indikator transportasi antara lain: kapasitas, kualitas pelayanan, aksesibilitas keterjangkauan, beban publik dan utilisasi. Karena wilayah Republik Indonesia sebagian besar berada di daratan, maka kebutuhan sarana transportasi darat sangat mengalami peningkatan yang signifikan. Hal tersebut dapat dilihat secara nyata, pada jumlah kebutuhan akan jumlah kendaraan di darat jauh lebih banyak daripada kebutuhan untuk jumlah kendaraan yang ada di laut maupun di udara.
Berbicara mengenai transportasi, maka kita tidak bisa terlepas pada kajian land use planning system atau Sistem Perencanaan Penggunaan Lahan dan terkhusus pada pembahasan ini, penulis memfokuskan pada ruang perkotaan karena sistem transportasi di wilayah perkotaan sangat perlu diperhatikan perencanaan dan managemennya agar kota-kota di Indonesia tidak lagi selalu mengalami satu permasalahan umum dari sistem transportasi yakni kemacetan.
Ruang kota diperlukan untuk melayani berbagai macam kebutuhan manusia; perumahan (wisma), lapangan kerja (karya), interaksi sosial dan sarana rekreasi (suka), dan angkutan penumpang dan barang (marga). Oleh karena itu, perencanaan ruang perkotaan harus terintegrasi dengan perencanaan sarana dan prasarananya, khususnya prasarana transportasinya karena rencana kota tanpa mempertimbangkan keadaan dan pola transportasi yang akan terjadi sebagai akibat dari rencana itu sendiri, akan menghasilkan kesemrawutan lalu lintas di kemudian hari. Akibat lebih lanjut adalah meningkatnya jumlah kecelakaan, pelanggaran, dan menurunnya sopan-santun berlalu-lintas, serta meningkatnya pencemaran udara.
Peran transportasi kian menjadi bagian terpenting dalam kehidupan kota. Pertumbuhan ekonomi dan perubahan gaya hidup modern telah menyebabkan perjalanan penduduk lebih meningkat. Masalah transportasi perkotaan selain dipengaruhi oleh faktor tersebut, juga akibat dari keterkaitan beberapa aspek, antara lain (1) perkembangan ruang perkotaan secara tidak terstruktur (urban sprawl), (2) perkembangan ekonomi masyarakat perkotaan yang membutuhkan rumah, investor membutuhkan lahan industri dan pergudangan, serta prasarana lainnya, (3) sistem jaringan jalan dan pola angkutan umum yang terbatas dan belum terintegrasi dengan sistem rencana ruang/guna lahan (Wunas, 2011).
Dengan tidak terstrukturnya pola pembangunan di wilayah perkotaan, maka akan berpengaruh pada peningkatan kepadatan penduduk secara tiba-tiba dan menimbulkan tarikan atau bangkitan lalu lintas. Akibat dari perkembangan kota yang secara sporadis ini, maka penduduk sangat tergantung pada kendaraan pribadi, baik berupa mobil maupun motor sehingga berdampak pada peningkatan volume dan kepadatan lalu lintas serta kemacetan lalu lintas.
Kemacetan lalu lintas menimbulkan masalah lingkungan hidup, seperti emisi kendaraan mengeluarkan karbon monoksida (CO), nitrooksida (NOx), hidrokarbon (HC). Emisi kendaraan bermotor 76% dari jaringan jalan (Wunas,2011). Studi 1989 Bank Dunia menjelaskan bahwa penduduk pada daerah padat kendaraan beresiko 12,8 kali lebih besar gangguan kesehatan daripada daerah yang jarang kendaraan.
CO adalah gas beracun yang bisa merusak kesehatan pengguna jalan. Selain itu, di udara sebagian dari gas NOx dapat berubah menjadi asam nitrat (HNO3) yang menyebabkan hujan asam, akan berakibat pada kerusakan tanah, yang akan mengganggu kegiatan pertanian dan kehidupan biota di sungai, danau, dan laut.
Dalam harian Kompas online pada 2 September 2010 lalu, diberitakan bahwa untuk mengatasi kemacetan khususnya di Ibukota Jakarta, pemerintah membuat terobosan dengan menetapkan 17 langkah menyeluruh yang meliputi berbagai aspek, lintas sektoral, wilayah dan kementerian.
Langkah itu mulai dari penerapan electronic road pricing (ERP), sterilisasi dan penambahan jalur busway, perbaikan jalan, kebijakan perpakiran, penetapan harga gas bagi angkutan transportasi, restrukturisasi angkutan jalan raya, perbaikan penglolaan angkutan kereta api, pembuatan jalur ganda berganda (double-double track) kereta api, pembangunan jalur rel kereta api lingkar dalam kota, penambahan jalan tol, peninjauan penggunaan kendaran kecil bagi angkutan transpor tasi sampai larangan angkutan liar.
Bahkan, pemerintah juga bertekad merealisasikan pembangunan sarana dan jalur transportasi missal (Mass Rapid Transit/MRT), pemanfaatan monorel, kereta api bandara Soekarno-Hatta hingga Stasiun Manggarai, pembentukan badan otoritas transportasi Jakarta, Bogor, Tangerang dan Bekasi (Jabodetabek) dan sarana transportasi terpadu Jabodetabek hingga pengedalian jumlah kendaran sampai penyiapan lahan parkir di dekat-dekat stasiun kereta api di Kabupaten Bogor dan Provinsi Tangerang.
Sterilisasi jalur busway tetap di jalankan dan bahkan akan ditingkatkan mengingat upaya yang dilakukan ternyata memberikan dampak positif. Selain itu juga akan dilakukan penambahan jalur busway sampai tahun depan. Pemerintah juga meninjau ulang kebijakan parkir di kawasan yang telah d ilalui jalur Trans-Jakarta, terutama untuk parkir kendaraan yang dilakukan di pinggir jalan, katanya.
Restrukturisasi angkutan umum kendaraan kecil, juga harus dilakukan, Tujuannya, agar bisa diatur lagi jalurnya, terutama agar tidak tumpang tindih dengan jalur bus ukuran besar."Keberadaan kereta api Jabodetabek juga akan dilakukan penataan ulang jalur (rerouting) mengingat jalur saat ini dinilai tidak mampu optimal mengangkut penumpang,"
Untuk  melakukan pemantauan upaya mengatasi kemacetan di Jakarta yang semakin parah, Wapres juga menginstruksikan secara khusus kepada Kepala UKP4 untuk memantau berbagai upaya yang dilakukan pemerintah pusat dan daerah mengatasi kemacetan di Ja karta agar tidak semakin parah.
Akibat  kemacetan di ibukota, kerugian yang diderita mencapai Rp 12,8 triliun per tahun. "Kerugian ini belum termasuk kehilangan waktu di perjalanan, tekanan psikis sampai stres dan gangguan kesehatan serta lainnya,"
Dari data UKP4, akibat kemacetan di DKI Jakarta, kecepatan kendaraan rata-rata menjadi lebih lambat. Kecepatan yang seharusnya dicapai rata-rata 30,5 kilometer per jam, kini hanya bisa ditempuh rata-rata 8,3 kilometer per jam. Ini di luar standar kecepatan rata-rata yang seharusnya mencapai 20 kilometer per jam.
Jika tidak dilakukan langkah-langkah terpadu dan menyeluruh, pada tahun 2012 mendatang, lalu lintas Jakarta akan benar-benar mengalami macet total. Dan kini di tahun 2012 ini, langkah-lagkah terpadu diatas belum nampak jelas dalam penanganan kemacetannya.
Pada umumnya, solusi kemacetan yang selalu ada dikepala para stakeholder pada sektor transportasi adalah penyediaan sarana transportasi massal. Bukan hanya para stakeholder, bahkan masyarakat pada umumnya pun banyak yang berpikiran bahwa dengan adanya sarana transportasi massal maka kemacetan akan dapat diatasi karena para masyarakat akan meninggalkan memakai kendaraan pribadinya. Akan tetapi fakta yang ada di lapangan saat ini, jumlah pemakaian kendaraan pribadi tetap saja meningkat bahkan meningkat melebihi dari hasil yang telah diprediksikan sebelumnya meskipun pada wilayah tersebut telah mempunyai sarana transportasi massal. Bayangkan saja, satu keluarga yang terdiri dari empat anggota bisa memiliki mobil masing-masing. Tentu tidak terbayang betapa padatnya suatu wilayah ketika seluruh mobil dan motor-motor itu keluar bersamaan. Produsen mobil/motor tidak bisa sepenuhnya disalahkan, karena mereka hanya berusaha memenuhi permintaan pasar. Sebagai contoh nyatanya, kita bisa dilihat pada Wilayah Ibu Kota Jakarta yang mengatasi kemacetan dengan menerapkan pengadaan sarana transportasi massal seperti Kereta Api dan Busway. Lalu bagaimana implementasi penerapan kedua sarana transportasi massal tersebut? Apakah harapan kita sudah sesuai dengan kenyataan yang terjadi? Dan jawaban intinya, tentu saja sarana transportasi massal tersebut sama sekali belum mampu mengatasi kemacetan.
Jika kita ingin memberi solusi terhadap suatu permasalahan, hal pertama yang harus kita cermati yaitu kita harus mengetahui terlebih dahulu apa akar dari permasalahan tersebut agar keputusan yang diambil juga merupakan keputusan yang bisa menyelesaikan masalah langsung sampai ke akarnya, bukannya mengatasi permasalahannya secara sesaat dan menimbulkan permasalahan baru yang mungkin jauh lebih rumit.
Sama halnya dengan masalah kemacetan itu sendiri. Kita tidak bisa menjudge sarana transportasi massal itu sebagai solusi dalam mengatasi kemacetan karena jumlah peminat penggunaan kendaraan pribadi jauh lebih banyak dibandingkan peminat pengguna sarana transportasi massal, apalagi sarana transportasi massal seperti mikrolet contohnya. Selama ini masyarakat lebih memilih kendaraan pribadi daripada angkutan umum disebabkan oleh beberapa faktor seperti, umumnya angkutan-angkutan umum yang sebenarnya sudah tidak layak pakai namun masih dipaksa sehingga penumpang merasa tidak nyaman. Faktor keamanan juga merupakan masalah utama. Masyarakat kurang meminati angkutan umum karena keamanan penumpang belum terjamin sepenuhnya. Adapun lagi penawaran sarana transportasi massal seperti busway, monorel, dan kereta api yang diterapkan di Kota-Kota Besar Dunia seperti Singapura, Malaysia, Thailand, Hongkong, dan Bogota ini juga tidak terlalu banyak diminati di Indonesia meskipun sarana transportasi massal tersebut memberikan pelayanan aman, nyaman, dan cepat. Jika kita berbicara mengenai penyediaan sarana transportasi massal, maka kita harus memperhatikan empat hal yang utama yaitu, aman, nyaman, cepat, dan murah. Jadi meskipun sarana transportasi massal seperti busway maupun kereta api di Ibu Kota Jakarta telah ada, maka tetap saja pengguna jalan lebih memilih penggunaan kendaraan pribadinya karena penyedia pelayanan jasa tersebut terbilang mahal karena tidak semua golongan strata ekonomi yang bisa menikmatinya.
Bertitik tolak pada akar utama permasalahan kemacetan yakni semakin meningkatnya jumlah kendaraan pribadi, maka solusi yang paling tepatnya adalah menekan jumlah kepemilikan kendaraan pribadi. Dalam hal ini, kita bukannya melarang orang untuk membeli mobil atau motor. Akan tetapi penekanan tersebut lebih cenderung kepada menaikkan pajak kepemilikan kendaraan bermotor, menaikkan tarif parkir kendaraan, dan mengeluarkan aturan yang tegas tentang jangka waktu pemakaian kendaraan. Ketika pajak kendaraan bermotor tinggi, orang-orang tentunya akan berpikir hal itu sangat memberatkan. Pada akhirnya mereka mungkin akan memutuskan untuk memiliki kendaraan pribadi seperlunya saja. Begitu juga dengan uang muka saat akan membeli kendaraan bermotor baru. Sekarang ini, hanya dengan uang muka Rp. 500.000,- sebuah sepeda motor bisa di bawa pulang. Tentunya ini malah akan meningkatkan jumlah pembelian kendaraan bermotor.
Sama halnya dengan kebijakan menaikkan pajak kendaraan bermotor, dengan menaikkan tarif parkir kendaraan maka orang-orang akan berpikir untuk menggunakan kendaraan pribadi saat bepergian, misalnya saja di suatu Pusat Perbelanjaan. Untuk wilayah Kota Makassar, Tarif parkir di setiap Pusat Perbelanjaannya relatif hampir sama. Tarif parkir sepeda motor untuk satu jam pertama Rp.1.000,-, satu jam kedua Rp. 2.000,-, dan satu jam ketiga hingga batas waktu maximal hanya Rp.3.000,-. Tarif parkir mobil untuk satu jam pertama Rp.2.000,-, satu jam kedua Rp. 4.000,-, dan satu jam ketiga hingga batas waktu maximal hanya Rp.5.000,-. Jika saja tarif parkir sepeda motor dinaikkan menjadi Rp.5.000,- dan tarif parkir mobil menjadi Rp.10.000,- tiap jamnya, maka tentu saja banyak yang berpikir untuk tidak menggunakan kendaraan pribadinya.
Pengeluaran aturan yang tegas tentang jangka waktu pemakaian kendaraan dimaksudkan agar pemakaian kendaraan bermotor dibatasi berdasarkan tahun produksinya, tentu paling tidak bisa mengurangi sedikit kepadatan kendaraan di kota. Dan yang pasti bisa mengurangi polusi udara, karena umumnya kendaraan-kendaraan tua yang sudah tidak layak pakai, terutama angkutan umum, selalu menyebabkan polusi.
Jika kita melihat ketiga langkah mengatasi kemacetan diatas, ternyata semuanya bertumpu pada kebijakan yang akan di keluarkan oleh Pemerintah. Jadi, dalam hal ini Pemerintah berwenang untuk membuat aturan yang tegas dan wajib mengamanatkan turunan peraturan tersebut pada Dinas Perhubungan Darat. Yang wajib tetaplah “wajib” dan yang wajib bukan untuk di jadikan “sunnah”. Jika penanganan utama kemacetan di ambil alih oleh Pemerintah sebagai pemberi kebijakan, maka kita sebagai generasi muda sepatutnya juga berpartsipasi dalam mengatasi kemacetan di negara kita ini dengan cara mematuhi aturan dan rambu-rambu lalu lintas karena kebanyakan yang melakukan pelanggaran lalu lintas adalah dari kaum muda. Jika dari generasi mudanya telah memiliki kesadaran tinggi untuk mematuhi peraturan lalu lintas maka Indonesia ke depannya akan menjadi Negara Maju. Negara yang mampu bangkit dari segala keterpurukan dengan semangat para pemuda-pemudinya. Sikap optimis itu perlu selama ada niat dan komitmen untuk melaksanakannya.
Jadi kesimpulannya, stop kendaraan pribadi jauh lebih penting daripada pengadaan sarana transportasi massal di Indonesia saat ini. Jangan pernah berpikir bahwa “dengan adanya alat transportasi massal, kemacetan dapat teratasi”. Tetapi, berpikirlah bahwa “kemacetan itu bisa diatasi jika volume kendaraan pribadi di jalan tidak lagi mengalami kepadatan”. Dan selama volume kendaraan pribadi di jalan masih belum bisa dibatasi, maka selama itu juga kita tidak boleh setuju terhadap proyek rencana pengadaan sarana transportasi massal. Kita harus fokuskan penyelesaian masalah pada satu titik saja agar solusi permasalahan tersebut tepat pada sasarannya. Tidak ada kata terlambat untuk sebuah gerakan perubahan. Mending terlambat daripada tidak sama sekali. Ini semua dilakukan untuk Indonesia lebih baik ke depannya. Jayalah Bangsanya dan Majulah Negeri ku!


*****
DAFTAR PUSTAKA

Anashir. 2012. “Negara dengan Penduduk Terbanyak di Dunia”. (http://www.anashir.com/2012/10/072100/161451/10-negara-dengan-penduduk -terbanyak-di-dunia) diakses pada tanggal 27 November 2012

Kompas. 2010. “Langkah Urai Kemacetan di Jakarta”.(http://megapolitan.kompas. com/read/2010/09/02/22004019/17.Langkah.Urai.Kemacetan.di.Jakarta) diakses pada tanggal 27 November 2012

Hamsah, May.  2011. “Makalah Transportasi”. (http://mayhamsah-makalah. blogspot.com/2011/06/makalah-transportasi.html) diakses pada tanggal 27 November 2012

Setyonugroho, Vidiyanti. 2011. “Transportasi Massal di Indonesia”.(http:// piapiamaniez.wordpress.com/2011/01/24/transportasi-massal-di-indonesia/ vidiyantisetyonugroho)

Wunas, Shirly. 2011. Kota Humanis. Integrasi Guna Lahan dan Transportasi di Wilayah Sub Urban. Surabaya: Brilian Internasional.

Minggu, 06 Mei 2012




Hubungan antara Tata Guna Lahan dan Sistem Transportasi Sebagai Pendekatan Sistem dalam Perencanaan Pembangunan yang berkelanjutan


BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Kota merupakan suatu sistim jaringan kehidupan yang ditandai dengan kepadatan penduduk yang tinggi dan diwarnai dengan strata ekonomi yang heterogen dan bercorak materialistis atau dapat pula diartikan sebagai bentang budaya yang ditimbulkan oleh unsur-unsur alami dan non alami dengan gejala-gejala pemusatan penduduk yang cukup besar dengan corak kehidupan yang bersifat heterogen dan materialistis dibandingkan dengan daerah dibelakangnya (Radonkey dalam link http://radonkey.blogspot.com/2010/02/ pengertian-kota.html).
Jumlah penduduk yang tinggi sedangkan luas lahan yang tidak bertambah merupakan suatu permasalahan kompleks dalam rana kehidupan di perkotaan. Penyebab keterbatasan lahan yang tejadi di perkotaan tidak sepenuhnya disebabkan oleh tingkat kepadatan yang tinggi, melainkan dari alih fungsi lahan yang ada menjadi lahan peruntukan bisnis. Dalam sebuah dokumen Rencana Tata Ruang suatu wilayah, telah ditetapkan didalamnya tentang pembagian-pembagian zona penggunaan lahan pada suatu kawasan yang berdasarkan dari karakteristik dan potensi yang ada pada wilayah tersebut. Namun pada kenyataannya sekarang ini, banyak terjadi alih fungsi lahan yang menyimpang dari dokumen Rencana Tata Ruang Wilayah yang telah ditetapkan sebelumnya.
Sebenarnya terjadinya alih fungsi lahan menjadi kawasan bisnis ini tidak apa-apa jika dalam pelaksanaannya tidak menghambat aktivitas-aktivitas masyarakat yang hidup pada wilayah tersebut. Tapi yang terjadi sekarang ini utamanya di kota-kota besar, permasalahan tersebut semakin bertambah parah.  Akibat yang ditimbulkan dari alih fungsi lahan ini yaitu berdampak pada sistem transportasi kota yang tidak berjalan sebagaimana mestinya  karena menimbulkan kemacetan dan dapat menghambat aktivitas-aktivitas masyarakat.

Bertitik tolak dari permasalahan diatas, maka makalah ini akan membahas hubungan antara tata guna lahan dan sistem transportasi sebagai suatu pendekatan sistem dalam perencanaan pembangunan yang berkelanjutan.

1.2. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas, maka yang menjadi rumusan masalah dari penulisan makalah ini, yaitu:
1.    Bagaimana hubungan antara tata guna lahan dan sistem transportasi  sebagai suatu pendekatan sistem dalam perencanaan pembangunan yang berkelanjutan?
2.    Bagaimana alternatif penyelesaian masalah yang efektif dan efisien dalam memperbaiki sistem transportasi diperkotaan?

1.3. Maksud dan Tujuan Penulisan
1.3.1. Maksud Penulisan
Maksud dari penulisan makalah ini adalah:
a.    Mengidentifikasi pokok-pokok permasalahan tata guna lahan dan sistem transportasi di perkotaan.
b.    Mengidentifikasi alternatif penyelesaian permasalahan transportasi di perkotaan yang berorientasi pada perencanaan pembangunan yang berkelanjutan.
1.3.2. Tujuan Penulisan
Adapun tujuan dari penulisan makalah ini, yaitu:
a.    Untuk mengetahui pokok-pokok permasalahan tata guna lahan dan sistem transportasi di perkotaan.
b.    Untuk mengetahui alternatif penyelesaian permasalahan transportasi di perkotaan yang berorientasi pada perencanaan pembangunan yang berkelanjutan.



1.4.  Ruang Lingkup
Pembahasan yang terdapat dalam makalah ini meliputi materi yang terkait dengan sistem transportasi perkotaan kaitannya dengan tata guna lahan, yang dibatasi pada pembahasan mengenai permasalahan yang terdapat pada sistem transportasi tersebut serta beberapa pendekatan sistem yang dapat dijadikan metode pemahaman lebih lanjut agar antara tata guna lahan dan sistem transportasi sehingga dapat bersinergi dengan perencanaan pembangunan berkelanjutan.

1.5.  Sistematika Pembahasan
Dalam sistematika pembahasan ini, untuk mempermudah dalam penyajian serta penulisan laporan ini dapat diuraikan sebagai berikut :
BAB I  : PENDAHULUAN
Dalam bab ini menyajikan latar belakang, rumusan masalah, maksud dan tujuan, ruang lingkup, dan sistematika pembahasan.

BAB II : TINJAUAN PUSTAKA
Dalam bab ini membahas tentang pengertian pendekatan sistem terhadap tata guna lahan dan sistem transportasi, pengertian pembangunan berkelanjutan, dan alternatif yang efektif dan efisien dalam memperbaiki sistem transportasi diperkotaan

BAB III : STUDI KASUS
Dalam bab ini membahas tentang studi kasus yang dapat dijadikan sebagai refleksi dalam mengatur manajemen sistem transportasi perkotaan.

BAB IV : PENUTUP
Dalam bab ini menyajikan tentang kesimpulan dan saran yang berkaitan dengan penulisan makalah ini.


BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1.  Pendekatan Sistem terhadap Tata Guna Lahan dan Sistem Transportasi
Sistem adalah suatu perangkat yang terdiri dari bagian-bagian yang saling berhubungan, yang menjalankan fungsinya demi mencapai tujuan. Pendekatan sistem (system approach) adalah suatu cara yang sistematik dan menyeluruh untuk memecahkan masalah yang melibatkan suatu sistem. (Tato, 2009 dalam link http://syahriartato.wordpress.com/2009/12/28/ tata-guna-lahan-sistem-transportasi-sebagai-subsistem-dalam-perencanaan-pembangunan-yang-berkelanjutan/).
Untuk memperoleh alternatif pemecahan masalah transportasi yang berkaitan dengan aspek tata guna lahan secara efektif dan efisien, maka terlebih dahulu kita harus memahami mengenai sistem transportasi secara menyeluruh (makro), peran tata guna lahan terhadap timbulnya permasalahan serta dampak permasalahan terhadap lingkungan. Sistem ini mencakup beberapa sub-sitem (mikro) yang berkaitan (lihat gambar 1).
 










Gambar 1: Pendekatan Sistem Transportasi berkaitan dengan tata guna lahan,
lingkungan dan energi.

 sumber: (http://www.google.co.id/search? hl=id&q=KETERKAITAN+TATA+GUNA+LAHAN+DENGAN+TRANSPORTASI&btnG=Telusuri+dengan +Google&meta=&aq=f&oq=) 
Sub sistem kegiatan merupakan sistem kegiatan tertentu yang membangkitkan pergerakan dan dapat menarik pergerakan. Sistem ini berkaitan erat dengan pengaturan pola tata guna lahan sebagai unsur terpenting dalam pembentukan pola kegiatan kota atau daerah. Sistem tersebut dapat merupakan suatu gabungan dari berbagai sistem pola kegiatan tata guna lahan (land use) seperti kegiatan sosial, ekonomi, budaya, dsb. Kegiatan yang timbul dalam sistem ini membutuhkan pergerakan sebagai alat pemenuhan kebutuhan yang perlu dilakukan setiap hari, besarnya pergerakan yang ditimbulkan tersebut sangat berkaitan dengan jenis dan intensitas kegiatan yang dilakukan. Pergerakan tersebut membutuhkan moda transportasi (sarana) dan media (prasarana) tempat moda tersebut bergerak. Prasarana yang diperlukan merupakan bagian dari system jaringan meliputi jaringan jalan raya, terminal, dll. Interaksi antara sistem kegiatan dan sistem jaringan akan menghasilkan suatu pergerakan. Dari ketiga sub sistem tersebut, masih diperlukan sistem kelembagaan. Sistem ini terdiri dari individu, kelompok, lembaga, instansi pemerintah serta swasta yang terlibat. Di Indonesia sistem kelembagaan yang berkaitan dengan transportasi adalah:
  1. system kegiatan:Bappenas, Pemda
  2. system jaringan: Dep. Perhubungan, Bina Marga
  3. system pergerakan :DLLAJR,Polantas.
Seluruh kebijaksanaan yang diambil oleh masing-masing kelembagaan harus terkait dan terkoordinasi dengan baik. Secara umum dapat disebutkan, bahwa Pemerintah, Swasta dan Masyarakat harus ikut berperan dalam mengatasi masalah transportasi, Karena hal ini merupakan masalah bersama yang memerlukan penanganan dan keterlibatan semua pihak. Selain dari semua sub system diatas terdapat suatu aspek yang harus selalu diperhatikan dalam pengadaan system transportasi yaitu aspek lingkungan.

2.1.1 Pendekatan Sistem Kegiatan
Pendekatan terhadap system kegiatan ini sebenarnya sangat banyak macam dan faktornya, namun pada pembahasan ini ditekankan pada aspek pola tata guna lahan dalam suatu kota. Keterkaitan antara system kegiatan (model tata guna lahan) dengan system transportasi dapat dilihat bahwa perencanaan transportasi untuk masa yang akan datang selalu dimulai dari perubahan dan perkembangan tata guna lahan. Oleh sebab itu, penting untuk mengetahui perencanaan tata guna lahan dalam merencanakan system angkutan.
Jika manfaat lahan di setiap daerah untuk suatu kota telah diketahui, maka ini memungkinkan kita untuk memperkirakan lalu lintas yang dihasilkan (Tato, 2009 dalam link http://syahriartato. wordpress.com/2009/12/28/tata-guna-lahan-sistem-transportasi-sebagai -subsistem-dalam-perencanaan-pembangunan-yang-berkelanjutan/). Dari hal tersebut maka kita dapat mengetahui sejauh mana tingkat kebutuhan akan jasa transportasi yang merupakkan masukan yang berguna untuk merencanakan sampai tingkat mana fasilitas-fasilitas transportasi akan disediakan.
Keterkaitan guna lahan dengan arus lalu lintas adalah sebagai berikut:
-       Arus lalu lintas ditentukan menurut pola tata guna lahannya dan tingkat pelayanan system transportasinya.
-       Kalau arus lalu lintas dalam jangka waktu yang lebih lama (panjang) semakin bertambah, hampir pasti bahwa pola tata guna lahan dan tingkat pelayanan transportasinya mengalami perubahan.
Pengaturan tata guna lahan di kota-kota saat ini memang menjadi suatu permasalahan yang sangat sulit dan rumit mengingat pertumbuhan dan perkembangan nilai lahan yang sedemikian tinggi serta kepadatan bangunan yang sangat tinggi pula.

2.1.2 Pendekatan Sistem Jaringan
Jaringan transportasi adalah jaringan prasarana trasnportasi (lintasan jalan, lintasan penyeberangan, lintasan transportasi laut, lintasan rel) dan simpul sarana transportasi (terminal, pelabuhan, bandara). Dalam hal ini akan dibahas mengenai system transportasi darat, sistem jaringan (prasarana) meliputi jalan dan terminal.
Jaringan jalan merupakan suatu kesatuan jalan yang mengikat dan menghubungkan pusat-pusat pertumbuhan dengan wilayah yang berada dalam pengaruh pelayanannya dalam suatu hubungan hirarki. System jaringan jalan dengan peranan pelayanan, jasa distribusi untuk pengembangan semua wilayah ditingkat nasional dengan simpul jasa distribusi disebut jaringan jalan primer, dan system jaringan jalan dengan pelayanan jasa distribusi untuk masyarakat di dalam kota membentuk system jaringan jalan sekunder.
Transport jalan raya seringkali dikatakan sebagai urat nadi bagi kehidupan dan perkembangan ekonomi, social, dan mobilitas penduduk yang tumbuh mengikuti maupun mendorong perkembangan yang terjadi pada berbagai sector dan bidang kehidupan tersebut. Dalam hubungan ini transportasi khususnya transportasi jalan raya, menjalankan dua fungsi, yaitu sebagai unsur penting yang melayani kegiatan-kegiatan yang sudah/sedang berjalan (the servicing function) dan sebagai unsur penggerak penting dalam proses pembangunan (the promoting function).
Dalam angkutan jalan raya, system jaringan jalan dan kendaraan bermotor tidak dapat dipisahkan. Dimana dalam pembangunan jaringan jalan harus memperhatikan jumlah kendaraan yang akan melewatinya. Permasalahan yang muncul, kondisi system transportasi yang memburuk akibat meningkatnya motorisasi yang diperparah akibat lebih tingginya kenaikan jumlah kendaraan bermotor dibanding kecepatan pembangunan jalan. Hal ini menggambarkan bahwa system penyediaan dan system permintaan terdapat ketimpangan sehingga system transportasi tidak berjalan dengan efektif dan efisien. Salah satu contoh dari permasalahan yang ditimbulkannya yaitu dapat menimbulkan kemacetan diakibatkan kapasitas jaringan jalan tidak sesuai dengan kendaraan yang ada.



2.1.3 Pendekatan Sistem Pergerakan
Transportasi yang baik yaitu transportasi yang dapat memberikan kenyamanan, biaya murah dan efesiensi waktu. Salah satu cara yang dapat dilakukan untuk memperbaiki flow/jaringan transportasi untuk mengurangi masalah yang muncul yaitu dengan melakukan intervensi pada sarana transportasi. Hal ini dapat dilakukan dengan cara memberlakukan system angkutan massal, dimana dengan hal tersebut kita dapat mengurangi system pergerakan pada jalan raya, juga sebagai suatu langkah antisipasi dalam peningkatan kepadatan lalu lintas.

2.1.4 Transportasi dan Dampak Lingkungan
Kemacetan, polusi, konservasi energy dan penurunan kesehatan masyarakat adalah beberapa dampak lingkungan yang diakibatkan oleh pergerakan kendaraan bermotor. Kemacetan lalu lintas tidak hanya mengurangi efisiensi pengoperasian transportasi, tetapi juga membuang waktu dan energy, menimbulkan polusi yang berlebihan, membahayakan kesehatan masyarakat dan mempengaruhi ekonomi masyarakat.
Kemacetan lalu lintas juga dapat membahayakan kesehatan. Konsentrasi Karbon monoksida yang tinggi pada jalan yang padat akan menghalangi aliran oksigen untuk para pengemudi, sehingga akan mempengaruhi kinerja pengemudi. Hal ini akan berakibat pada menipisnya lapisan ozon yang selanjutnya mengakibatkan sesak napas, batuk, sakit kepala, penyakit paru-paru, penyakit jantung,dan kanker. Tingkah laku agresif dan reaksi psikologis juga berhubungan dengan kondisi kemacetan lalu lintas.

2.2.  Pengertian Pembangunan Berkelanjutan
Dari tinjauan masalah keterkaitan sistem transportasi terhadap tata guna lahan beserta dampaknya pada lingkungan, maka dapat dilihat kontribusi yang sangat besar dari masalah transportasi terhadap kenyamanan dan kelestarian lingkungan. Hal tersebut sangat bertentangan dengan prinsip pembangunan yang berkelanjutan. Pembangunan berkelanjutan adalah  proses pembangunan (laha, kota, bisnis, masyarakat, dan sebagainya) yang berprinsip "memenuhi kebutuhan sekarang tanpa mengorbankan pemenuhan kebutuhan generasi masa depan" (Oman, 2011 dalam link http://id. wikipedia.org/wiki/Pembangunan_berkelanjutan).
Ada lima ide pokok besar yang mendasari konsep pembangunan berkelanjutan, yaitu sebagai berikut:
a.    Proses pembangunan mesti berlangsung secara berlanjut, terus-menerus, dan continue, yang ditopang oleh sumber alam, kualitas lingkungan, dan manusia yang berkembang secara berlanjut pula.
b.    Sumber daya alam (terutama udara, air, dan tanah) memiliki ambang batas, di mana penggunaannya akan menciutkan kuantitas, dan kualitasnya.
c.    Kualitas lingkungan berkorelasi langsung dengan kualitas hidup.
d.   Pola penggunaan sumber alam saat ini mestinya tidak menutup kemungkinan memilih opsi atau pilihan lain di masa depan.
e.    Pembangunan berkelanjutan mengandaikan solidaritas transgenerasi, sehingga kesejahteraan bagi generasi sekarang tidak mengurangi kemungkinan bagi generasi selanjutnya untuk meningkatkan kesejahteraannya pula”.

2.3.  Alternatif Penyelesaian Masalah yang Efektif dan Efisien dalam Memperbaiki Sistem Transportasi Diperkotaan
Mengacu pada pembahasan sub-bab sebelumnya, maka alternatif yang dapat ditempuh dalam memperbaiki sistem transportasi perkotaan agar tidak mengganggu sebaran aktivitas manusia (landuse), yaitu sebagai berikut:
a.     Perencanaan Transportasi (Sistem Perjalanan)
Pengertian transportasi suatu usaha pemindahan atau pergerakan barang atau orang dari lokasi asal ke lokasi tujuan. Sedangkan pengertian Sistem transportasi kota adalah suatu kesatuan daripada elemen-elemen, komponen-komponen yang saling mendukung dan bekerja sama dalam pengadaan transportasi yang melayani wilayah perkotaan.
Konsep perencanaan transportasi biasanya dilakukan secara berturut sebagai berikut :
Ø Aksesibilitas
Suatu ukuran potensial atau kesempatan untuk melakukan perjalanan. Konsep tersebut dapat digunakan untuk mengidentifikasi problem yang terdapat dalam sistem transportasi dan mengevaluasi solusi-solusi alternatif.
Ø Pembangkit lalu lintas
Besaran perjalanan yang dibangkitkan oleh tata guna tanah.
Ø Sebaran pergerakan
Besaran perjalanan secara geografis di dalam daerah perkotaan.
Ø Pemilihan moda transportasi
Menentukan faktor yang mempengaruhi pemilihan moda transportasi untuk suatu tujuan perjalanan tertentu.
Pemilihan rute
Ø Menentukan faktor yang mempengaruhi pemilihan rute antara zona asal dan tujuan.
Ø Hubungan antar waktu, kapasitas dan arus lalu lintas
Waktu tempuh perjalanan sangat dipengaruhi oleh kapasitas ruas jalan yang ada dan jumlah arus lalu lintas yang menggunakannya.

b.    Perencanaan Guna Lahan (Sistem Kegiatan) 
Tata guna tanah/lahan perkotaan adalah suatu istilah yang digunakan untuk menunjukkan pembagian dalam ruang dari peran kota; kawasan tempat tinggal, kawasan tempat kerja, kawasan tempat rekreasi dst.
Pola distribusi kegiatan guna lahan pada saat sekarang sangat tidak teratur diakibatkan banyaknya rencana kota yang diabaikan karena alasan ekonomi. 



Faktor determinan yang mempengaruhi Guna lahan:
– Faktor kependudukan, 
a. Tingginya aktifitas perkotaan sangat dipengaruhi oleh perkembangan jumlah penduduk;
b. Perkembangan jumlah penduduk tidak saja dipengaruhi oleh natural growth, akan tetapi arus masuk (pergerakan penduduk) in migration
c. Pertumbuhan penduduk yang tinggi sangat berpengaruh pada spasial perkotaan
– Faktor kegiatan penduduk, kegiatan-kegiatan penduduk seperti ekonomi, industry, perkantoran yang esensinya menggunakan lahan sangatlah mempengaruhi tata guna lahan.
Pola penggunaan lahan di kawasan perkotaan, umumnya terbentuk polarisasi yaitu munculnya kutub-kutub pertumbuhan, atau meningkatnya daerah lain akibat dari aktifitas yang berbeda dalam sebuah kota sehingga pergerakan penduduk di dasari kebutuhan akan pekerjaan, tempat tinggal, fasilitas, dll.

c.     Meminimalkan pergerakan dengan aktifitas ruang yang seimbang
Sebaran geografis antara tata guna tanah (sistem kegiatan) serta kapasitas dan lokasi dari fasilitas transportasi (sistem jaringan) digabung untuk mendapatkan volume dan pola lalu lintas (sistem pergerakan). Volume dan pola lalu lintas pada jaringan transportasi akan mempunyai efek feedback atau timbal balik terhadap lokasi tata guna tanah yang baru dan perlunya peningkatan prasarana.
Ada 2 masalah dalam meminimalkan pergerakan akibat land use yaitu:
1. Bangkitan lalulintas , Bangkitan lalu lintas tergantung dari land use sebuah daerah (permukiman, perkantoran, industry, perdagangan, dll) mempunyai karakteristik bangkitan lalu lintas maupun pergerakan yang berbeda-beda. Beberapa tipe antara lain :
a. Tipe land use yang menghasilkan lalu lintas yang berbeda dengan land use lainnya
b. Land use yang berbeda menghasilkan tipe lalu lintas yang berbeda (pejalan kaki, truk, mobil)
c. Land use yang berbeda menghasilkan lalu lintas pada waktu yang berbeda
2. Jarak yang terlalu jauh yang mengakibatkan land use yang jauh jaraknya bakal ditinggalkan dan akan beralih fungsi, sehingga alih fungsi ini akan menimbulkan masalah baru.
Dalam hal ini perlunya dalam rencana tata guna lahan memperhatikan zona-zona penyebaran distribusi penduduk berdasarkan aktivitas penduduk yang saling berkaitan agar dapat menciptakan efisiensi ruang di dalamnya sehingga interaksi keruangan mampu di perbesar dengan jarak yang pendek dan aktivitas guna lahan yang seimbang. Contohnya perkantoran (zona A) berdekatan dengan permukiman (Zona B) sehingga penduduk yang tinggal di permukiman tidak akan terlalu jauh melalukan pergerakan. Namun land use perkantoran dan permukiman lain yang berjauhan dengan perdagangan (zona C) atau wisata (Zona D) tetap berimbang karena system pergerakan yang lancar serta land use yang terbentuk di sekitarnya mampu menjaga keharmonisan system pergerakan.
Hal ini agar menghindarkan pergerakan yang terlalu tinggi menuju suatu guna lahan lain yang sebenarnya dapat di minimalkan, juga aktifitas tersebut dapat berjauhan namun ada system jaringan yang baik juga disekitar system jaringan, land use yang terbentuk untuk mendukung daerah tujuan.

d.    Konsistensi terhadap Rencana Tata Ruang Wilayah yang telah ditetapkan sebelumnya
Tiga alternatif penyeleasaian masalah diatas merupakan konsep perencanaan yang sangat ideal tapi pada kenyataannya, konsep tersebut tidak dibarengi oleh keadaan realita kota pada umumya. Jadi yang harus ditekankan mengenai hal ini yaitu harus adanya konsistensi terhadap Rencana Tata Ruang Wilayah yang telah ditetapkan sebelumnya. Karena inti pokok dari permasalahan transportasi perkotaan yaitu maraknya alih fungsi lahan menjadi kawasan bisnis padahal lahan yang digunakan tersebut tidak sesuai dengan peruntukannya dan sudah jelas menyimpang dari Rencana Tata Ruang Wilayah yang telah ditetapkan sebelumnya. Oleh karena itu, pola penggunaan ruang harus sesuai peruntukannya sehingga perencanaan transportasi bisa terimplementasikan dengan baik.



























BAB III
STUDI KASUS
Bercermin pada Manajemen  Sistem Transportasi di Kota Bogota
Bogota merupakan ibukota Kolombia, Amerika Selatan dengan kepadatan penduduk 22.593/km2. Dimana tata kotanya kembali ke masa di zaman penjajahan, tertata seperti kubus yang diadopsi dari Spanyol. Calle adalah format jalanan yang terbentuk ke bukit menuju timur-barat dengan penambahan nomor semakin ke utara di mana semua jalan diberi nomor.
Terdapat sekitar 1000 kelurahan atau divisi yang membentuk jaringan kota. Area atau keluarga dengan ekonomi yang lebih baik terpusat di utara dan timur-utara. Keluarga dengan ekonomi lebih rendah terletak di selatan dan tenggara, kebanyakan dari mereka terletak di pinggiran. Golongan menengah terpusat di pusat kota bagian barat atau barat daya kota. Sebagai kota terbesar dan terpadat di Kolombia, Bogota memiliki 7.881.156 penduduk di area metropolitan. Bogota menjadi kiblat kota Jakarta dalam membangun transportasi perkotaan yang berkelanjutan, terutama jalur bus khusus (busway) transjakarta. Lajur pejalan kaki terbuka lebar dengan jalur sepeda (ciclovias) terlihat di sisi dalam dan tengahnya.
Tidak ada pedagang kaki lima di sana, kecuali pedagang asongan dengan jumlah sangat terbatas. Hanya ada 1 atau 2 pedagang dalam jarak 1 atau 2 kilometer. Di hampir semua sudut, sisi dan median jalan pasti terdapat taman yang tidak saja ditumbuhi pepohonan hijau, tetapi juga tanaman hias dan aneka bunga. Ada taman yang juga dilengkapi bangku, tong sampah dan arena bermain anak-anak seperti perosotan dan ayunan. Ada tiga taman kota di Bogota yaitu Simon Bolivar, El Solitre dan El Lago.
Bogota memiliki sistem transportasi modern yang meliputi airport internasional, jalur bis, taksi dan sistem massal TransMilenio dan kereta yang melayani transportasi dari kota ke arah luar. Bus merupakan transportasi masal utama yang terdiri dari dua sistem, tradisional dan transmilenio. Sistem tradisional meliputi berbagai tipe bus yang dioperasikan oleh berbagai perusahaan pada jalan-jalan tertentu. Ada tiga tipe bus yaitu bus untuk bus berukuran besar, buseta untuk bus ukuran sedang dan microbus atau colectivo yang berupa van atau minivan.
Bus sendiri terdiri dari dua kategori; “ejecutivo” yang merupakan layanan eksekutif dan tidak melayani penumpang berdiri, dan “corriente” atau layanan biasa. Tiket bus bervariasi, dari COP 900 hingga 1250 (sekitar US$ 0.40) pada Maret 2006. Bogota juga merupakan penghubung bagi rute bus nasional dan internasional. Terminal bus ini melayani rute ke banyak kota dan area di Kolombia dan merupakan yang terbesar di seluruh negeri. Layanan internasional disediakan oleh beberapa perusahaan ke Ekuador dan Venezuela.
1). TransMilenio  adalah sistem bus cepat, yang merupakan jaringan modern menghubungkan bus pada jalur khusus (busway) dan bus berukuran kecil (feeder). Sistem ini melayani area perumahan dan membawa penumpang ke area utama. Walaupun sistem ini sangat efisien dan mampu membawa penumpang ke berbagai sudut kota, ini adalah sistem termahal di seluruh kota (setelah taksi). Karena menggunakan bahan bakar solar maka harga tiket terus membubung mengikuti harga minyak dunia. Saat ini harga tiketnya COP 1400. Meskipun terdapat ekspansi TransMilenio, masih banyak rute utama yang belum tercapai. Problem lainnya adalah bus yang terlalu banyak. Untuk memecahkan masalah informasi, TransMilenio memiliki petunjuk di website www.surombo.comberisi petunjuk penggunaan bis, peta rute dan lokasi stasiun terdekat.
2).  Jalur sepeda di Bogota disebut “ciclorutas”, merupakan jalur yang ekstensif dibandingkan kota-kota lain dengan total jalur 303 km yang meliputi dari utara kota, jalan 170, ke selatan kota, jalan 27, dan dari Moserrate di timur ke Sungai Bogota di barat. Sejak pembangunan jalur ini, penggunaan sepeda bertambah 5 kali di dalam kota dan diperkirakan terdapat 300,000 sampai 400,000 perjalanan dilakukan setiap hari di dalam Bogota menggunakan sepeda. Area terbesar penggunaan adalah di selatan, di area yang lebih miskin. Dari segi ini juga dapat dilihat adanya tatanan dalam transportasi yang mempermudah warga untuk menentukan sarana transportasi apa yang sesuai dengan kebutuhan mereka masing-masing.



Ø Refleksi
Dengan system transportasi yang baik akan membuat sebuah kota menjadi lebih baik. Karena masalah-masalah yang ada dalam sebuah kota tidak dapat kita lihat hanya dari satu titik saja melainkan harus melalui lingkungan yang ada di sekitarnya. Karena pada dasarnya kota merupakan sebuah ekosistem. Pengkajian kota sebagai suatu ekosistem tidak dapat dilakukan secara terpisah dari masalah-masalah yang dihadapi oleh suatu kota. Dimana seluruh komponen yang ada saling bergantung dan menjalin hubungan yang bersifat simbiotik. Di dalam ekologi perkotaan The Chicago School menganalogikan kehidupan perkotaan seperti ekologi. Chicago School mempelajari lingkungan perkotaan dengan mengombinasikan antara teori dengan etnografi lapangan. Kota dianggap sebagai ekosistem yang membutuhkan energi untuk memelihara struktur kota yang tersegmentasi dalam natural areas yang tunduk dalam hukum suksesi perumahan.
Bogota merupakan kota besar sama halnya dengan Jakarta namun disini tidak terjadi kemacetan. Hal ini dikarenakan sistem transportasi yang bagus. Dalam melihat suatu permasalahan kita tidak bisa memandangnya hanya dari satu titik saja. Bogota tidak terjadi kemacetan karena transportasi umumnya berjalan dengan baik. masyarakat lebih memilih menggunakan transportasi umum karena lebih murah dan nyaman. Disini sangat sedikit warga yang memiliki kendaraan pribadi. Masyarakat Bogota lebih memilih menggunakan transportasi umum karena banyak jenisnya, keadaan transportasinyapun terawat sehingga mereka merasa nyaman. Ada beberapa jalur yang khusus digunakan untuk transportasi tertentu.
Dalam tatanan social yang berbeda dengan tatanan ekologi, manusia berpartisipasi sebagai individu yang memiliki kesadaran diri dalam berkomunikasi dengan yang lainnya dan kemudian terlibat dalam tindakan kolektif. Ada hubungan timbal balik antara manusia dengan lingkungan sekitarnya yang mewajibkan manusia untuk selalu hidup berdampingan serta menjaga keberlangsungan dari lingkungan itu sendiri. Untuk menangani masalah kemacetan yang terjadi di kota harus ada campur tangan melalui kesadaran yang ditanamkan pada diri masing-masing individu yang tinggal di kota.
Kemacetan bisa diatasi dengan adanya kerjasama antara seluruh komponen baik pemerintah maupun masyarakat. Transportasi yang baik selain mengurangi kemacetan juga akan mengurang kecelakaan lalu lintas.


























BAB IV
PENUTUP
4.1.  Kesimpulan
Berdasarkan uraian pembahasan sebelumnya maka dapat kami simpulkan bahwa:
1.    Transportasi dan tata guna lahan sangat berhubungan erat, sehingga biasanya dianggap membentuk satu landuse transport system. Agar tata guna lahan dapat terwujud dengan baik maka kebutuhan transportasinya harus terpenuhi dengan baik. Sistem transportasi yang macet tentunya akan menghalangi aktivitas tata guna lahannya. Sebaliknya, tranportasi yang tidak melayani suatu tata guna lahan akan menjadi sia-sia, tidak termanfaatkan.
2.    Ada 3 Alternatif yang dapat ditempuh dalam menyelesaikan permasalahan transportasi di perkotaan:
Ø Perencanaan Transportasi (Sistem Perjalanan)
Ø Perencanaan Guna Lahan (Sistem Kegiatan)
Ø Meminimalkan pergerakan dengan aktifitas ruang yang seimbang
Ø Konsistensi terhadap Rencana Tata Ruang Wilayah yang telah ditetapkan sebelumnya

4.2.  Saran
Adapun saran dalam penulisan makalah ini, yaitu:
1.    Penulisan makalah ini diharapkan mampu membangkitkan kesadaran akan arti pentingnya mempelajari tata guna lahan dalam rangka memahami dan memberi solusi penyelesaian terhadap permasalahan transportasi sehingga akan bersinergi dengan pembangunan yang berkelanjutan.
2.    Agar tercipta keseimbangan antara manajemen transportasi dan lahan yang tersedia, maka seyogyanya dapat dilakukan kerja sama yang baik oleh semua pihak tanpa terkecuali.


DAFTAR PUSTAKA
Radonkey. “Pengertian Kota.” http://radonkey.blogspot.com/2010/02/pengertian-kota.html (diakses melalui internet pada tanggal 26 April 2012)
Tato, Syahriar. “Tata Guna Lahan-Sistem Transportasi Sebagai Subsistem Dalam Perencanaan Pembangunan Yang Berkelanjutan.” http://syahriartato. wordpress.com/2009/12/28/tata-guna-lahan-sistem-transportasi-sebagai -subsistem-dalam-perencanaan-pembangunan-yang-berkelanjutan/ (diakses melalui internet pada tanggal 26 April 2012)
Oman. “Pembangunan Berkelanjutan.” http://id.wikipedia.org/wiki/ Pembangunan_berkelanjutan/ (diakses melalui internet pada pada tanggal 26 April 2012)
Aanforsmart. “Konsep Pembangunan Berkelanjutan (Sustainable Development) Sebagai Basis Program yang Berkelanjutan (2).” http://aanforsmart. blogspot.com/2009/07/konsep-pembangunan-berkelanjutan.html (diakses melalui internet pada tanggal 26 April 2012)
Hidayat, Arief. “Hubungan dalam Menata Lahan (Tata Guna Lahan) dengan Transportasi di Perkotaan.” http://ariefhidayat06.blogspot.com/2009/04/ topik-memperkecil-perjalanan-aktivitas.html (diakses pada tanggal 26 April 2012)
Ayu. “Bercermin dari Bogota”. http://ayu.blog.fisip.uns.ac.id/2011/02/27/ bercermin-dari-bogota/ (diakses melalui internet pada tanggal 26 April 2012)