“PABUNTULI
KORONGTIGI”
Indonesia merupakan satu-satunya
negara di dunia yang sangat kaya akan budaya. Oleh karena itu seluruh Warga
Indonesia sudah sepatutnyalah membangga-banggakan negeri ini yang kaya akan
berbagai macam budaya. Cara yang tepat untuk membangga-banggakan budaya di
negeri yaitu dengan cara melestarikan budaya bangsa itu sendiri. Salah satu
contoh dari pelestarian budaya, yaitu ditunjukkan oleh masyarakat di Desa
Bontosunggu, Kecamatan Bontonompo Selatan, Kabupaten Gowa, Provinsi Sulawesi
Selatan.
Hampir sama dengan wilayah-wilayah
lain pada umumnya, budaya masyarakat di
Desa Bontosunggu dapat dilihat dari hubungan kekerabatan masyarakat yang sangat
tinggi, sangat kompak, akur, saling tolong menolong dan
sangat menjunjung tinggi
norma-norma yang ada. Terlepas
dari itu, ada satu budaya yang menurut saya paling menarik di desa ini yaitu
tradisi adat “Pabuntuli Korongtigi”.
Sumpah! Saya baru melihat tradisi adat yang seperti ini hanya di Desa
Bontosunggu saja dan itupun saya bisa beruntung menyaksikannya dengan seksama
karena sebulan yang lalu lokasi Kuliah Kerja Nyata (KKN) saya ditempatkan di
desa ini.
Jika kita ingin mengetahui defenisi
dari istilah “Pabuntuli Korongtigi” itu, rasanya sulit sekali karena dari hasil
wawancara saya dengan masyarakat setempat pada bulan lalu, mereka juga tidak
mengetahui apa arti kata per kata dari istilah “Pabuntuli Korongtigi” jika di translate ke dalam Bahasa Indonesia yang
sesuai dengan ejaan yang disempurnakan. Masyarakat setempat hanya bisa
menjabarkan deskripsi dari istilah “Pabuntuli Korongtigi” itu.
Dari hasil wawancara dan pengamatan
singkat saya, “Pabuntuli Korongtigi” adalah
budaya masyarakat di Desa Bontosunggu yang ingin melakukan sebuah acara
seperti sunatan ataupun pernikahan, maka terlebih dahulu
mereka harus pergi memanggil/memberitahu para
orang yang telah dibesarkan namanya
di desa ini seperti
Kepala Desa, Imam
Desa, Kepala Dusun,
maupun Imam Dusun
yang mana dalam proses
memanggil ini, yang punya
acara tersebut pergi
ke rumah Kepala Desa,
Imam Desa, Kepala
Dusun, maupun Imam
Dusun dengan membentuk barisan
yang panjangnya mencapai 50-100 meter. Waaawww...
Luar biasa bukan betapa panjangnya barisan ini. Padahal kalau kita berpikir
secara singkat dan praktis, mana ada orang yang mau melakukan hal tersebut di
zaman modern seperti sekarang ini.
Bukan hanya sekedar barisan memanjang,
para orang-orang yang terlibat dalam tradisi tersebut terdiri dari beberapa
bagian barisan yang mempunyai peran yang berbeda-beda. Barisan-barisan awal, di
isi oleh anak-anak dengan membawa bendera, kemudian barisan-barisan tengah di
isi oleh para orang-orang yang memakai “baju bodoh” yang masing-masing membawa
“bossara”. Isi dari masing-masing “Bossara” tersebut yaitu berupa kue-kue
tradisional dan sebuah
bingkisan yang dibungkus dengan kain
putih. Adapun pada barisan-barisan terakhir, di isi oleh para pemain alat musik
tradisional.
Namun sebelum tradisi adat ini
dilaksanakan, orang yang punya acara tersebut terlebih dahulu harus
memberitahu kepada Kepala Desa, Imam
Desa, Kepala Dusun, maupun Imam Dusun
bahwa dia akan datang pada hari itu di sore hari agar Kepala
Desa, Imam Desa,
Kepala Dusun, maupun
Imam Dusun mempunyai persiapan
dirumahnya. Selain datang
terlebih dahulu untuk memberitahu, orang
yang punya acara
tersebut sekaligus membawakan “paccing” karena “paccing” itulah
yang kemudian ia ambil ketika ia datang bersama rombongannya di sore hari.
Adapun persiapan yang dilakukan oleh
Kepala Desa, Imam Desa, Kepala Dusun,
maupun Imam Dusun
ketika mereka akan
kedatangan orang yang punya acara tersebut yaitu berupa satu
paket alat perlengkapan untuk tradisi ini dan
kemenyang. Setelah itu
di keesokan harinya,
orang yang punya
acara tersebut membawakan daging
mentah ke rumah
Kepala Desa, Imam
Desa, Kepala Dusun, maupun
Imam Dusun. Daging
mentah tersebut berasal
dari daging kerbau dan daging sapi karena dalam tradisi ini, orang yang
melakukan “Pabuntuli Korongtigi”
tersebut diharuskan memotong
satu ekor sapi
dan satu ekor kerbau.
Nah, keren kan
tradisi adat “Pabuntuli Korongtigi” ini. Saya yakin tradisi adat yang
seperti ini hanya dimiliki oleh warga negara Indonesia khususnya pada
masyarakat Desa Bontosunggu. Oleh karena itu sebagai generasi muda, kita wajib
melestarikan warisan budaya lokal yang telah dilakukan oleh para pendahulu kita
agar negeri ini tidak kehilangan akan identitasnya. Majulah Negeriku, Jayalah
Bangsaku !
Gambar Proses Pelaksanaan Tradisi Adat
Pabuntuli Korongtigi
Tidak ada komentar:
Posting Komentar